Bisnis.com, PALEMBANG -- Bank Perkreditan Rakyat atau BPR di Sumatra Selatan mulai mengubah strategi penyaluran pembiayaan untuk menekan rasio kredit bermasalah yg masih di atas 5%.
Sekretaris DPD Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo) Sumsel, Muhammad Riza Pahlevy, mengatakan saat ini sejumlah BPR cenderung menyalurkan kredit konsumtif daripada modal kerja karena dinilai lebih rendah risiko.
"Contohnya BPR punya saya, koor bisnis kami sekarang tidak lagi modal kerja, 60% bergeser ke konsumtif. Kami mau cari aman," katanya, Senin (30/7/2018).
Riza memaparkan kredit konsumtif yang disalurkan pihaknya berupa produk kredit pegawai dengan skema pay roll sehingga BPR memiliki kepastian pembayaran dengan memotong gaji debitur.
Menurut dia, segmen yang saat ini digarap BPR cukup luas, seperti ASN, TNI/Polri maupun pegawai swasta.
Riza melanjutkan sebetulnya BPR hadir sebagai lembaga yang dapat membantu usaha sektor riil melalui kredit modal kerja. Hanya saja pihaknya mengaku pembiayaan yang banyak tersalurkan di sektor pertanian seperti karet dan sawit tidak menentu.
Baca Juga
"Industri BPR ini kan kecil, kami terbatas dengan sumber daya manusia maupun teknologi sehingga ketika sektor usaha yang kami biayai sedang bermasalah cepat berimbas ke kami," katanya.
Menurut dia saat ini kredit modal kerja hanya sebagai pelengkap dalam portofolio kredit BPR dan kredit konsumtif telah dianggap sebagai penopang bisnis BPR.
"Untuk modal kerja masih disalurkan untuk industri dan perdagangan, tapi sudah sedikit paling 15% sampai 20%," ujarnya.
Perbarindo mencatat saat ini total aset yang dimiliki 29 BPR di Sumsel sekitar Rp2,1 triliun di mana kredit mencapai 80% dari nilai tersebut.
Pihaknya menargetkan rasio NPL harus di bawah 5% hingga akhir tahun ini.
"Berat sih tapi minimal bisa sentuh 5%. Mudah-mudahan bisa karena kami juga mendapat perhatian dari OJK yang sangat giat melakukan audit terhadap BPR," katanya.